Kehendak Nya
menjadi tumpukan PR teratas yang harus dihadapi.
Akhir dari paragraf ini memiliki lanjutan
cerita syukur yang hendak saya tuliskan.
Episode HP hilang sudah kami ikhlaskan, sekalipun kemampuan teknologi
memudahkan suami saya tahu dengan update dimana posisi HP dan pencurinya, ia
tak sedikit pun melangkah meminta kembali HP nya. Dia menyampaikan pemikirannya
pada saya; Asalkan HP itu bermanfaat
untuk kebaikan maka di perolehlah pahala untuk kami yang mengikhlaskan, jika HP
itu di gunakan untuk keburukan maka Allah yang akan memberi balasan. Demikian rapi
ketetapan Allah, “kenapa harus dipikirkan?” jelasnya dengan nada yang
lembut.
Nampaknya saya tidak bisa mengganggu gugat dengan segala
pengalamannya yang membuat ia berpikir demikian mengenai “kehilangan benda”
karena memang ini bukan kali pertama nya suami kehilangan benda dengan harga
yang kami harus menabung cukup lama untuk membelinya. Dengan ikhlas pula saya
membelikan HP untuk suami dengan uang tabungan yang saya miliki, uang ini
adalah uang yang selalu saya sisihkan setiap bulan dan rencananya untuk membeli
mesin jahit. Tidak ada rasa gelo sedikit pun, alat komunikasi agaknya menjadi
terpenting untuk saat ini dari pada mesin jahit.
Esok hari nya kami berkunjung ke rumah sewa yang rencana akan
menjadi tempat tinggal kami untuk mengambil kunci rumah, namun pemiliknya
ternyata belum juga kembali dari luar kota. Padahal kami sudah sangat berharap
untuk silaturahmi dan memindahkan barang-barang tambahan milik Mahira. Singkat cerita
kami habiskan beberapa hari di Ibu kota dan kami pulang ke Pemalang bersama.
Binar bahagia Ayah Mahira tak bisa di sembunyikan, di rumah
Pemalang sering kali bercerita agenda-agenda apa saja yang akan ia lakukan
bersama Mahira saat di Jakarta. Saya hanya mendengarkan dengan amin dalam hati,
dengan pemikiran sebentar lagi itu akan terjadi. Dengan sedapnya manusia
berencana, namun Allah lah yang memberi keputusan bahkan revisi atas rencana
kita. Setelah kabar pemilik rumah sewa kembali dan kunci sudah di tangan suami,
suami hendak memindahkan barang-barang pada hari Jumat. Entah mengapa jumat? Ternyata
saat itu ada quick respon bencana yang membuat Suami saya begitu sibuknya
mengurus kepentingan negara. MasyaAllah... hingga harus memilih hari Jumat
waktu yang mungkin baru sempat.
Saat Jumat tiba dan suami hendak chek ke rumah,
MasyaAllah... jalan di depan rumah masih dalam proses cor. Tentu suami saya
cancel memindahkan barang-barang. Bahkan motor saja sulit lewat apalagi
kendaraan roda empat. Proses keringnya tentu lama, belum lagi di hotmix. Rasanya
Ramadhan pertama kami tidak bisa bersama dan tentu sudah nanggung kalau harus
pindahan menjelang Idul Fitri. Maka kami buat keputusan untuk pindahan saat
semua kondisi sudah memungkinkan.
Di saat mungkin hati suami saya bersedih karena tertunda
nya kami bersama, Allah antarkan padanya sederet pekerjaan. Menyelesaikan data
Mangrove seIndonesia dan proyek bersama salah satu BUMN untuk menerangi Papua
Barat dan Maluku. MasyaAllah...
Di iringi lagi tiga hari menjelang puasa adik yang sangat
saya sayangi jatuh sakit dan berlanjut opname di RS. Kebetulan Adik perempuan
saya sedang UAS dan mama sangat
membutuhkan bantuan saya.
Kami diantarkan pada kesibukan masing-masing yang menjadikan
kami tidak berlarut dengan kecewa, mengambil hikmah dari setiap peristiwa dan
justru membuat api semangat menebar karena dapat memberi manfaat.
Saya tidak bisa bayangkan, betapa lebih kecewanya saya
tidak bisa membantu mama mengurus adik-adik jika saat itu sudah pindah ke
Jakarta.
Saya tidak bisa bayangkan, betapa repotnya saya di awal
Ramadhan karena suami sedang sibuk-sibuknya pekerjaan.
Maka dari itu saya sangat bersyukur
HP suami saya
hilang,
Ibu pemilik rumah
pergi begitu lama,
Jalan depan rumah
yang mendadak di cor,
Dan segala
rencanaNya yang selalu di kemas cantik untuk saya. MasyaAllah...
Kalaupun
harus bersedih karena belum bisa bersama itu tidak sepadan dengan menjadi
sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat bagi sesama. Membantu proses supplay
listrik ke pelosok papua dan membantu orang sakit serta orang tua yang sedang
kerepotan. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk sesama?
MasyaAllah... Semoga Allah limpahkan rahmat dan ridho untuk kami atas keikhlasan
yang kami upayakan sebaik mungkin.
Terkadang
banyak saat dimana suatu keadaan tidak berjalan sesuai dengan rencana, namun jangan
terburu berburuk sangka. Kita harus pandai menyikapi segala bentuk PR dari Nya.
Seberat bahkan sepahit apapun itu tetap menjadi ladang amal sholih bagi kita. Jangan
pernah izinkan hati dan pikiran sembarangan saja dalam menerima kehendakNya,
itu hanya akan menjadi celah bagi syaitan untuk membuat kita mudah kecewa,
sedih dan juga seperti merasa paling lelah di dunia. Kebahagiaan yang Allah
hadirkan selalu datang beserta antonimnya begitu pula kesulitan datang berserta
antonimnya, yess.. The Best Plan.
Ada pula yang ketika hidupnya penuh
rintangan justru ia semakin gembira. Gembira sebab Allah sedang menaikkan
derajatnmya. Ada pula yang justru ia semakin khawatir. Khawatir dirinya memang
tak dimampukan untuk menghadapi ujian. – Muhammad Ghiyats-
Diikutkan dalam May's Challenge: Gratitude Journal Rumbel Literasi Media Ibu Profesional Semarang.