Mendidik anak di
era digital memang bukan perkara mudah. Sering kita melihat melihat anak-anak
usia balita bahkan batita yang sedang asik bermain gadget atau
gawai tentu sudah menjadi pemandangan yang biasa. Di era digital seperti saat
ini, akan terasa sulit menghindari Si Kecil dari paparan gadget.
Hal ini tidak terlepas karena dalam kehidupan sehari-hari, Si Kecil sudah
terpapar oleh lingkungan yang menggunakan gadget.
Namun, perlu dipahami lebih dulu bahwa tahun 2017 yang lalu,
American Academy of Pediatric atau AAP telah mengeluarkan aturan terbaru
mengenai screen time gadget pada
anak. AAP merekomendasikan agar anak usia di bawah 18 bulan tidak boleh
terpapar oleh gadget. Sementara, untuk anak usia di
atas 18 bulan hingga 2 tahun, jika memang ingin mengenalkan media digital lewat
permainan atau video, Bunda wajib memerhatikan kualitasnya lebih dulu. Pengguna
untuk anak usia di atas 2 hingga 5 tahun juga perlu dibatasi, maksimal satu jam
sehari. Sedangkan anak-anak usia 6 tahun ke atas juga perlu dibatasi, maksimal
2 jam sehari.
Menurut
Elly Risman ada tujuh cara mengasuh anak di era digital yang bisa
dipraktikkan agar hubungan antara orangtua dan anak tetap terjaga.
1. Tanggung Jawab Penuh
Ketika
bicara mengenai pola asuh anak, peran seorang ibu seringkali dianggap hal
paling utama. Padahal menurut Elly, sosok ayah dalam mendidik anak tak kalah
penting. Di era digital seperti sekarang ini, ayah dan ibu harus memiliki
pandangan yang sama, yaitu sama-sama bertanggungjawab atas jiwa, tubuh,
pikiran, keimanan, kesejahteraan anak secara utuh. Masih banyak orangtua muda
masa kini yang melepaskan anak-anaknya secara total di tangan orang ketiga,
entah mertua atau pembantu. Namun jika hal ini terpaksa dilakukan, maka perlu
dicek kembali bagaimana sejarah dari orang yang Anda rekrut untuk menjaga buah
hati.
"Sebuah tesis pernah membahas mengenai peran ayah.
Anak-anak yang kurang sosok ayah, dan dia punya anak laki dia nakal, agresif,
narkoba, seks bebas. Anak perempuan biasanya depresi, seks bebas. Jadi ayah
harus selalu ada, pulang kerumah di era digital," ujar Elly di Plaza
Selatan, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/5/2016).
2. Kedekatan
Perlu adanya kedekatan antara ayah dan anak, juga ibu ke
anak. Kedekatan ini bukan hanya berarti melekat dari kulit ke kulit, melainkan
jiwa ke jiwa. Artinya, Anda dan pasangan tak bisa hanya sering memeluk sang
anak namun juga harus dekat secara emosional. "Banyak anak yang tidak
dapat hal itu dari kecil sehingga jiwanya hampa," tambah Elly.
3. Harus Jelas Tujuan
Pengasuhan
"Dari riset yang saya lakukan untuk ibu 25-45 tahun,
bekerja tak bekerja, ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah. Mereka
tidak punya tujuan pengasuhan. Mereka tidak tahu anak ini mau di bawa ke
mana?"
Elly menyarankan agar orangtua mulai merumuskan tujuan
pengasuhan sejak anak dilahirkan. Perlu membuat kesepakatan bersama suami,
prioritas apa saja yang diberikan kepada anak dan bagaimana cara pendekatannya.
4. Berbicara Baik-baik
Orangtua harus belajar berbicara baik-baik dengan anak. Tidak
boleh membohongi, lupa membahas keunikan anak, dan juga perlu membaca bahasa
tubuh, serta mau mendengar perasaan anak.
"Menyalahkan, memerintah, mencap, membandingkan,
komunikasi seperti ini akan membuat anak merasa tak berharga, tak terbiasa
memilih dan tak bisa mengambil keputusan."
5. Mengajarkan Agama
Menjadi kewajiban orangtua untuk mengajarkan anak-anaknya
tentang agama. Pendidikan tentang agama perlu ditanam sejak sedini mungkin.
Dalam hal ini, mengajarkan agama tak hanya terbatas ia bisa membaca Al-Qur'an
misalnya, bisa berpuasa atau pergi ke gereja. Orangtua perlu menanamkan secara
emosional agar anak menyukai aktivitas itu.
"Jangan kosong dan lalu dimasukkan ke sekolah agama.
Tidak ada dasarnya jika begitu. Bisa dan suka itu berbeda. Bisa hanya sekadar
melakukan, tapi jika suka, ada atau tidak ada orangtua dia akan tetap
baik," tuturnya.
6. Persiapkan Anak Masuk
Pubertas
Kebanyakan orangtua malu membicarakan masalah seks dengan
anak dan cenderung menghindarinya. Menurut Elly, pembicaraan justru perlu
dimulai sejak dini dengan bahasa yang mengikuti usianya.
"Kalau sudah keluar air mani, sudah menstruasi, itu
artinya mereka sudah aktif secara seksual dan sudah telat untuk menanamkan
tentang pemahaman seks. Ya jadi suka-sukanya anak, dia bebas melakukan berbagai
macam hal," tambah Elly.
7. Persiapkan Anak Masuk Era
Digital
Bukan berarti Anda harus memberikannya gadget sejak bayi.
Namun mengajarkan anak jika penggunaan gadget ada waktunya dan memiliki batasan
untuk itu. Akses internet pun perlu dibatasi untuk mencegah anak melihat situs
yang tidak diinginkan.
"Ajarkan mereka untuk menahan pandangan, menjaga
kemaluan. Karena jika otakmu rusak, kemaluanmu tidak bisa dikendalikan. Jika
kita tidak membicarakan, anak tidak tahu bagaimana akan bersikap."
tuturnya.
Kedepankan komunikasi sebagai pengganti gadget. Sebagai
contoh, ajak anak bicara tiap kali pulang sekolah. Hal-hal di sekolah seperti
tugas menumpuk, teman jahil atau guru menyebalkan sudah menjadi hal berat
untuknya. Oleh karena itu, Elly menyarankan untuk berkomunikasi tentang
perasaannya. Misalnya tanya perasaannya di hari itu, apa yang membuatnya bahagia
dan apa yang membuatnya sedih. Dengan begitu, secara otomatis anak akan dengan
mudah bercerita pada Anda tiap kali ia merasakan sesuatu.
"Ketika anak dibatasi dia pegang gadget, orangtua perlu
beri alternatif lain. Tidak bisa kalau ibu atau ayahnya tidak di rumah.
Contohnya ikuti les berenang, main basket, futsal, gitar atau apa yang disukai
anak," pungkas Elly.
#Day17
#FitrahSeksualitasAnak
#Tantangan10hari
#KuliahBunsayIIP
#Level11