Lusa
sudah masuk satu ramadhan, rasanya warming
up cepat sekali berlalu. Tugas survey ke rumah baca kupu-kupu pada minggu
lalu masih perlu saya ulangi karena kala itu saya belum mendapatkan alamat yang
pasti. Alhamdulillah setelah mendapat kontak dari pemiliknya langsung, saya
dapat menyesuaikan jadwal dan berkunjung ke rumah baca kupu-kupu bersama
Mahira.
Langkah
saya begitu semangat, menuju alamat rumah baca atas arahan pemiliknya yang
bernama Widya. Pertemuan saya dengan
mbak Widya adalah rizki yang Allah berikan ke saya melalui komunitas S3
(Sedekah seribu sehari) dan saya sangat bersyukur mengenalnya hingga akhirnya
ingin saya tuliskan dalam Gratitude Journal kali ini.
Saat saya tiba seraya menggendong Mahira, mbak Widya menyambut saya dengan hangat, ia menjabat tangan saya dengan tekanan yang tegas. Cipika-cipiki khas muslimah dan memperkenalkan dirinya. Saya Widya. Kesan yang pertama kali membuat langkah saya semakin bersemangat untuk masuk ke dalam Rumah Baca miliknya.
Buru-buru saya letakkan selendang dan tas saya, melepas sepatu Mahira dan menghambur menuju rak besar di depan saya.
Saat saya tiba seraya menggendong Mahira, mbak Widya menyambut saya dengan hangat, ia menjabat tangan saya dengan tekanan yang tegas. Cipika-cipiki khas muslimah dan memperkenalkan dirinya. Saya Widya. Kesan yang pertama kali membuat langkah saya semakin bersemangat untuk masuk ke dalam Rumah Baca miliknya.
Buru-buru saya letakkan selendang dan tas saya, melepas sepatu Mahira dan menghambur menuju rak besar di depan saya.
“
Waaah... Mahira, look! Banyak buku sayang.. coba kita lihat yuk! Mahira mau
baca buku yang mana? “ Ucap saya begitu bersemangat.
Namun
Mahira memilih untuk menjabat tangan mbak Widya terlebih dulu, di susul
menjabat tangan ketiga anak yang sudah berkunjung lebih awal.
“MasyaAllah..
pinternya Mahira” Ucap mbak Widya sambil mengusap lembut Mahira.
Hal
ini seperti kejutan tak terduga dan saya sangat bersyukur atas itu karena artinya Mahira paham bagaimana Ia memperkenalkan
diri di tempat baru. Saya tulis ini sebagai bentuk syukur saya atas
perkembangan Mahira yang terkadang tidak dapat saya duga. Kemudian langkahnya
perlahan menuju rak buku, dilihat-lihat seolah iya paham apa saja yang berjejer
disana. MasyaAllah...
Mbak
Widya dengan senyumnya yang hangat mempersilahkan saya menikmati suasana di
rumah baca, ia pun sedang mempersiapkan sesuatu.
“Hari
ini ada lomba hafalan mbak” celetuk mbak Widya memberi informasi.
Mbak
Widya merupakan ibu dari dua orang putra Sa’ad (5yo) dan Sa’id (2yo), saat itu
mereka di ajak ayahnya berbelanja di pasar. Suami mbak Widya mengajak anak-anak
bukan tanpa alasan, agar istrinya bisa lebih leluasa dalam mengisi kegiatan
untuk pengunjung rumah baca. Badan yang proporsional membuat ia begitu cekatan
melangkah mempersiapkan kegiatan lomba, setelah selesai kami berbincang banyak
hal terkait rumah baca.
Dalam
percakapan kami mbak Widya menuturkan, tujuan utama ia dan suami mendirikan
rumah baca kupu-kupu adalah karena ia ingin menumbuhkan minat baca di
lingkungannya, mengisi hari minggu anak-anak sekitar dengan kegiatan yang
positif dan penuh manfaat. Mbak Widya juga berharap dirinya dapat menjadi agen
perubahan bagi ibu-ibu di sekitar rumahnya agar gemar membaca dari pada harus
ngerumpi atau membiarkan suami-suaminya sibuk dengan kecanduan togel. Masya
Allah... dengan membaca akan banyak pengetahuan yang masuk sehingga menjadi
penggerak diri untuk melakukan perbaikan. Dengan kesederhanaannya beliau
menjeda percakapan kami, kemudian berjalan kedalam rumah yang dindingnya penuh
gambar hasil dari goresan kapur anak-anaknya.
“
Apa Mahira boleh makan ice cream? Saya bikin sendiri. InsyaAllah aman. Ayoooo
Mega, Gita dan yang lain ice creamnya di makan dulu” Ucapnya dengan senyum yang ramah.
Tak
ragu ia juga harus mengeluarkan dana membuat cemilan untuk anak-anak kala itu. Mungkin
ini salah satu trik mbak Widya untuk membuat mereka senang berkunjung ke rumah
baca. Keramahan, kebaikan dan ketulusan hati beliau membuat anak-anak betah
berlama-lama di sini. Bahkan Mahira dengan cepat mudah berbaur bersama
kakak-kakak yang usianya jauh di atas Mahira. Mahira hati itu sangat happy, ia
tak henti-hentinya tertawa, menyunggingkan senyum, sesekali berlari ke arah
saya dan kembali dengan kesibukannya bersama anak-anak lain. Saya sendiri juga
merasa nyaman dan betah berlama-lama di sana. Banyak hal yang dapat saya
pelajari dari kunjungan survey saya kali ini.
Pertama,
saya sangat bersyukur mengenal mbak Widya karena betapa saya sulit menemukan
teman yang seirama dengan langkah saya dan atas izin Allah saya di rizki kan
teman baik seperti mbak Widya. Alhamdulillah...
Kedua,
langkah saya yang penuh semangat menuju rumah baca bukan suatu pemborosan
energi melainkan pengalaman luar biasa yang menyuntikkan saya semangat baru
untuk berperan dalam masyarakat. Di sini saya dapat melihat perkembangan
sosial-emosi Mahira saat berbaur dalam lingkungan baru dan tiap langkahnya dalam
merespon teman yang usianya jauh di atasnya. Apa yang saya ajarkan untuknya
seperti shake hand, konsep sharing, listen when
somebody asking to you dapat Mahira aplikasikan dengan baik di sini. Saya
belajar lagi mengenai menjaga mood anak, karena ketika anak dalam kondisi mood
yang baik, ia akan lebih mudah accepted apa yang kita sampaikan. Begitu juga akan
lebih mudah anak aplikasikan apa yang ia terima saat mood nya dalam kondisi
baik dalam hal ini saya sebut happy.
Ketiga,
saya belajar mengenai langkah. Langkah kaki yang semangat baiknya diiringi hati
yang tulus. Ketulusan akan mengantarkan kita dalam ruang tanpa kecewa dan
kebaikan akan mengantarkan kita pada kebaikan selanjutnya. Mengenai memulai
langkah, jangan pikirkan sepatu apa yang harus kita kenakan, tapi pikirkanlah
ke arah mana tujuan langkah kaki kita?
’Orang
beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak
bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat
bagi manusia.” (HR. Thabrani
dan Daruquthni)
Diikutkan dalam May's Challenge: Gratitude Journal Rumbel Literasi Media Ibu Profesional Semarang.