June 1, 2018

The Best Plan (Part 1)






Mahira sudah bertumbuh cepat, di usianya ke tiga belas bulan ia mulai melangkah. Adaptasi yang saya rasakan semakin penuh perjuangan ekstra. Mengikuti kemana langkah kakinya pergi dan menjadi kesibukan tersendiri bagi saya. Sejak penyesuaian itu menemui ritme yang pas, Ayah Mahira mengajak kami pindah ke Ibu Kota. Menyandang status Ayah LDR dengan membacakan kisah sebelum tidur by Video Call adalah kesedihan yang tak tertumpahkan. Saya sadar betul, figur ayah menjadi sangat minin untuk Mahira dapatkan. Bahkan Ayahnya sendiri tak bisa sewaktu-waktu  memeluk, mengecup anaknya berulang kali. Ahhh.. sedih rasanya. Saya juga punya peran ganda dan mendominasi dalam mendidik Mahira, bagian suami terabrasi oleh jarak dan waktu. Itu semua hendak kami usaikan tahun ini. InshaAllah...

Suami saya mencari rumah sewa dan diantara puluhan rumah, kami sudah menemukan yang sesuai dengan kriteria kami. Alhamdulillah... Ini adalah hal luar biasa yang kami syukuri, mengingat betapa sulitnya menemukan rumah yang sesuai dengan kebutuhan dan budget kami di Jakarta. Menjelang Ramadhan kami akan berpindah dan menyambut Ramadhan bersama dalam atap yang kita anggap seperti rumah sendiri. Sankin bahagianya saya ungkapkan hal ini ke teman-teman, semoga doa mereka kerinduan mereka terkemas baik untuk saya walaupun kami berjauhan. Tapi saat saya berkunjung ke Jakarta untuk mengechek calon tempat tinggal kami, kehendak Nya menjadi tumpukan PR teratas yang harus dihadapi.

“ Sayang, aku sudah sampai” demikian saya chat suami.

Beberapa kali dialing juga belum di respon. Mungkin sedang di jalan. Saya berusaha positif thinking. Setelah turun dari kereta, saya menepi ke tempat duduk terdekat dan menyuapi Mahira yang ingin makan. Saya fokus untuk membuatnya dalam mood yang baik, sembari menunggu suami saya menghubungi. Selang beberapa menit, baru saja saya buka kotak makanan Mahira. Suami saya mengucap salam.

“ Assalamu”alaikum...” Ucapnya sambil tersenyum seolah tidak ada apa-apa.

“ Wa’alaikum salam. Sayang kapan tiba? Kok tahu kami menunggu di sini.” Tanya saya penasaran.

“Iya tentu lah.. Ibu dan Mahira kan bidadari, wajahnya begitu bersinar di tengah keramaian” Celetuknya membuat saya sedikit melted.

Mata Mahira menscaner Ayahnya, setelah cocok dengan memori maka ia merespon dengan gelagat ingin gendong tapi malu. Ayah mengeluarkan mainan yang ia sempatkan beli di toko mainan sebelum menjemput kami. Bonding time berlangsung cepat, Mahira makan dengan lahap dan kami bersiap menuju hotel.

Kami menggunakan KRL menuju Manggarai, gerbong cukup luang. Mahira sangat happy dengan mainan baru nya tapi ia lebih happy bisa menaiki kereta listrik dengan lorong gerbong yang kosong, begitu pula ibunya. Haha... Kami bertiga pun bisa duduk dengan leluasa, saat suami saya membisikkan pelan kalimat “Sayang...HP aku sebenarnya hilang” Ucapnya dengan nada lirih. Saat itu pula HP saya lagi-lagi bergetar karena mendapat telpon dari Bapak mertua. Sesaat terdistrek, saya masih ingin mendengarkan suami saya bercerita tapi saya juga harus mengangkat telponnya. Antara bingung dan kaget, suami saya memberi aba-aba untuk mengangkat telpon dari Bapak terlebih dulu. Dengan persetujuannya baru saya berani mengangkat telponnya sambil perlahan memanajemen perasaan dan pikiran agar sinkron.

Setelah mengangkat telpon, ia melanjutkan ceritanya. Betapa miris kejadiannya dan membuat saya gregetan dengan sikap pencopet tersebut. Sebanyak apa yang hilang? Seharga HP yang Ayah Mahira tabung cukup lama, sebanyak memori demi memori mengenai Mahira yang terus saya kumandangkan via WA.

“Sayang.. Apa kamu kecewa?” mungkin ini pertanyaan bodoh yang seharusnya tidak perlu saya ajukan tapi tetap saya ajukan.

Suami saya menatap saya dalam, berlanjut menatap Mahira. Pria yang menjadi imam saya ini memang jarang bicara tapi sekalinya bicara sering kali menggetarkan.

“ Tidak sebanding dengan apa yang Allah berikan ke aku... memiliki kamu dan Mahira” jawabnya dengan menyentuhkan tangan kanannya ke saya dan ke Mahira.

MasyaAllah... dan saya pun bersyukur sangat dalam, ia hadir menjemput kami dengan kondisi yang sehat wal afiat dan kami berkumpul bersama dengan hati yang bahagia. Alhamdulillah ‘ala kulli hal.   

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah, 2 : 152)

Diikutkan dalam May's Challenge: Gratitude Journal Rumbel Literasi Media Ibu Profesional Semarang.




2 comments:

  1. Keren gyet, nih cerbungnya. Sukak. Cuman masih banyak kesalahan tulis/typo aja. Selebihnya bagus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kaa.. Berusaha menulis lebih baik lagi.

      Delete