September 26, 2018

Bintang dari Langit Tenganan



#Ibu Mahira berkisah mengenai: Bintang
#Hari 3

Mahira belum tahu apa itu bintang. Ia hanya tahu Sun dan Moon. Saya sangat ingin mengajak Mahira mendongak ke langit malam seperti biasanya. Memandang lepas hingga ia temukan bintang yang paling terang. Namun matanya terus tertuju pada Moon.

Mahira, bintang adalah benda langit yang memancarkan cahayanya sendiri. Bintang itu jumlahnya begitu banyak, hanya Allah yang mampu menghitungnya. Di langit Jakarta bintang tidak terlihat dengan jelas, karena banyak cahaya memancar yang membuat bintang tidak terlihat dengan jelas.

Beda sekali saat dulu Ibu menikmati bintang di Desa Tenganan Bali. Desa yang letaknya masih sekitar 60 Km dari kota Denpasar. Desa Tenganan merupakan salah satu desa yang tergolong dalam Bali Aga, yaitu desa yang masih mempertahankan pola hidup dan tata masyarakatnya pada peraturan tradisonal yang di wariskan dari nebek moyang mereka.

Saat kelak Mahira punya kesempatan ke sana, Mahira akan melihat jika desa tersebut masih tampak sama seperti saat Ibu kunjungi dulu. Baik bentuk bangunannya, pekarangan atau halamannya, pengaturan letak bangunan, hingga letak pura semua masih sesuai aturan turun temurun yang masih di pertahankan.

Jadi saat Ibu kuliah dulu, Ibu melakukan penelitian mengenai pola rumah adat di sana, karena desa tersebut begitu menarik untuk di teliti. Tidak lama Ibu tinggal di sana karena Bapak kepala desa dan kepala desa adat memperbolehkan Ibu mengcopy awig-awig  yang mana dapat menjadi referensi Ibu untuk menulis. Adaptasi yang cukup sulit, nak terutama terkait makanan. Alhamdulillah signal kala itu tidak menjadi kendala, untuk mandipun sudah ada kamar mandi dan toilet.

Ada hal yang tak terlupa dan ingin Ibu kisahkan pada Mahira. Ibu berinteraksi dengan banyak orang di sana, hingga melakukan perjalanan petualangan dengan teman-teman Ibu. Ibu dan teman-teman menyusuri desa hingga ke bagian Bukit Barat (Bukit Kauh) pada siang hari dan saat itu belum sempat ke daerah Bukit Timur (Bukit Kangin).

Teman Ibu bilang, ayo kita ke Bukit Kangin lihat bintang dari atas bukit! Dan Ibu langsung menolaknya karena Bukit begitu gelap tanpa lampu,

"Ampu Ibu! Itu di atas!" Mahira menunjuk lampu.

iya sayang tidak ada lampu dibukit. Gelap! Sekalipun menurut teman Ibu cahaya bulan dan bintang menyinari jalanan di sana. Ibu berpikir buat apa menuju bukit jika bintang yang indah sudah dapat terlihat jelas dari teras rumah warga.

Bahkan Ibu bisa tiduran di rumput dengan alas tikar, memandang langit yang luas dan berhambur bintang. Saat Ibu melihat bintang, bintang nampak berkedip-kedip, Mahira. Seolah bermain mata, mengajak Ibu berimajinasi lebih dalam.

Mahira, bintang seolah-olah berkedip bukan tanpa sebab. Melainkan karena bumi memiliki banyak atmosfer. Kelak Mahira akan mendapatkan pelajaran ini pada mata pelajaran Geografi. Jadi banyaknya lapisan udara dengan temperatur yang berbeda-beda di atmosfer, menyebabkan lapisan udara tersebut bergerak-gerak hingga menimbulkan turbulensi. Sehingga cahaya bintang yang melewati atmosfer, dibelokkan oleh lapisan udara yang bergerak-gerak. Akibatnya posisi bintang berubah dank arena sulit dideteksi mata maka akan terlihat seperti bintang tersebut berkedip-kedip.

Ada percobaan mudah yang ingin Ibu praktekkan ke Mahira, kelak kita akan menggunakan koin yang akan kita masukkan dalam air sebagai alat peraganya ya?

Mahira masih saja membatu, tidak bergeming sedikitpun. Entah apa yang ada dipikirannya, seolah ia memahami dengan mendengarkan secara khidmat. Masyaallah Tabarakallah.


#Day03
#BundaBerkisah
#Pejuang Literasi
#onedayonepost
#ODOP_6


No comments:

Post a Comment