Ide Cerita: Sarung Suami
Judul cerita: Sawala Pagi
Jenis Tulisan: Fiksi
Konflik: Perbedaan Sudut
Pandang
Setting Cerita: Di Rumah
pada pagi hari
POV\Sudut Pandang: Orang
Ketiga
“Berbuat baiklah
pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya
tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk
meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau
membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para
wanita.”
(HR. Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)
Azan
subuh sudah terdengar dari sombok masjid dekat rumah Farida. Suaminya sudah
bersiap sedari tadi, dengan wajah yang masih basah karena air wudu, iapun
bergegas membuka pintu.
“Mas!
Sarungnya belum bener yang bagian belakang” Koreksi Farida kepada suaminya. Ia
baru saja bangun dan hendak menuju kamar mandi.
Bergegas
suaminya membetulkan ujung sarung yang jatuh agar tepat diatas mata kaki. Diambilnya
peci yang tertinggal di atas lemari plastik bewarna biru muda. Pandangannya
sama sekali tidak tertuju pada istrinya karena fokusnya menuju masjid. Farida
masih menyimpan keluh atas sikap suaminya itu.
Pukul
6.00 suaminya baru saja pulang dari masjid. Farida baru saja selesai menjemur
cuciannya di halaman depan rumah. Kerling matanya mendefinisikan jika ia sedang
dalam mood yang tidak baik. Suaminya
menyadari itu kala matanya beradu dalam teras yang dipenuhi bulu kucing milik
tetangga sebelah.
Diraihnya
ember hijau bertuliskan Lion Star
yang Farida bawa dan ia menarik cepat istrinya ke kamar. Ember tersebut diletakkan
di sudut kamar mereka. Dengan perlahan ia bertanya kepada sang istri.
“Dek,
apa kamu marah sama Mas?” Tanyanya dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.
Farida
masih bergeming, ia mengunci mulutnya rapat-rapat. Seolah menunggu penjelasan
lain terkait keterlambatannya tiba di rumah. Suaminya masih belum memahami
kenapa istrinya bersikap demikian?
“Kamu
kenapa to dek?”
“Kalau
diam saja ya mana mas tahu?”
Dengan perlahan ia angkat tangan Farida, mendekat bibirnya dan satu kecupan hinggap di punggung telapak tangannya hingga menyisakan
aroma softener yang begitu harum di
bibir suaminya. Mata Farida masih dalam definisi marah, gerak tubuhnya
mengisyaratkan jika memang ia sedang tidak ingin bicara. Suaminya mencoba
menebak apa yang dipikirkan istrinya.
“Jadi
tadi itu Mas mau pulang setelah zikir, ternyata ada pengajian. Ya Mas pikir itu
pengajian dek. Akhirnya Mas duduk dulu sebentar. Ternyata tahsin Quran dek, ya karena Mas sudah terlanjur duduk untuk ikut ya
dilanjutin deh. Makanya jam segini baru pulang.” Jelas suaminya panjang lebar.
Raut
wajah Farida sedikit berubah dan ia langsung menumpahkan komentarnya.
“Tadi
pagi buru-buru berangkat sampai sarungnya nggak rapi!”
“Sudah
gitu kamu sampai balik lagi ambil peci! Kalau naruh peci itu Mas di laci jangan
di gletakin begitu aja.”
“Kamu
juga sampai lupa lihat aku! Padahal aku ngelihatin kamu terus sampai kamu
berangkat. ” Farida mencerocos banyak hal yang sepele.
“Ya
Allah, dek.. Mas kan mau berangkat ke masjid. Ya kamu tolong ngertiinlah. Masa
kayak gitu aja marah?” Jawab Suami Farida mencoba menenangkan istrinya.
“Ya
nggak bisa begitu mas! Itu namanya Mas nggak hargai lawan bicara. Aku juga
merasa ini bukan pertama kali tapi sering sekali Mas bersikap seperti itu sama
aku.” Timpal Farida dengan wajah tanpa senyum.
Suaminya
menghela nafas, diambilnya ember hijau tersebut dan diletakkan ke kamar mandi
belakang. Farida masih dengan posisi yang sama. Saat suaminya kembali ia
berlalu dan duduk di atas tempat tidur dengan wajah yang penuh dengan kesal.
“Baru
aja, aku ngomong Mas, kamu tidak menghargai aku sama sekali. Padahal aku masih
bicara!”
“Ya
kan Mas balik lagi dek, ini lho naruh ember. Nanti kamu komentar lagi bilang
aku nggak peka lihat ember di taruh sembarangan” Jelas suami Farida mencoba
untuk sabar.
“Ya
posisinya kan kita lagi bicara Mas. Aku bener-bener nggak suka Mas, kalau kamu
bersikap begitu” Farida masih saja menggerutu.
Suaminya
mendekat ke arah Farida. Tangannya yang dingin karena habis mencuci ia kembali
pegang. Ia gosok-gosok hingga terasa cukup hangat. Farida menghempaskan tangannya,
berbaring di atas tempat tidur dengan posisi kaki yang menggantung di ujung
kasur. Ia meneteskan air mata dan menutup wajahnya dengan bantal.
“Ya
kalau kamu mau marah terus silahkan. Mas ini kan nggak niat begitu. Mohon maaf
lah dek. Pagi-pagi nggak baik berdebat. Mending kamu masak, Mas siap bantuin
kok” ucap suami Farida seraya mendekat
ke arah bantal.
Di
bukanya bantal tersebut perlahan. Suaminya melihat mata Farida masih merah.
Tetes air matanya masih tersisa diujung mata bahkan bantalnya sedikit basah. Ia
mencoba memahami mood istrinya
tersebut.
“Terimakasih
ya sudah cucikan baju-baju mas selama ini” ucapnya sambil mengecup kening
Farida.
“Mas
kok bau Molto?” celetuk Farida.
“Lah
ini tanganmu yang bau Molto dek!”
“Pakai
yang aroma apa? Kok harumnya nempel kemana-mana? Sampai bibir Mas juga harum
ya?”
Dengan
refleks Farida pun mendekat ke arah bibir suaminya yang katanya beraroma
Molto. Namun tanpa disadari itu hanya
pengalihan perhatian saja. Suaminya sudah mulai memahami, bagaimana mood istrinya berlangsung dan apa
penyebab kerlingan sinis pagi tadi.
“Kamu
marah-marah nggak jelas kenapa to?” Tanya suaminya sambil mengusap sisa airmata
Farida. Farida sudah terlihat membaik dari sebelumnya.
“Iya
mas, maaf ya.. aku lagi PMS.” Mantra andalan Farida saat menyadari kekesalannya
itu hanya mengikuti ego saja.
“Kalau
Mas perhatikan nggak PMS juga adek sering marah kok” Sahut suami Farida dengan
satu alis yang terangkat dan nada meledek.
Aku menjamin sebuah
istana di halaman surga bagi mereka yang meninggalkan
perdebatan meskipun ia
berhak untuk itu.”
(Riwayat Abu Daud, dishahihkan oleh al-Albani).
Note:
Premenstrual syndrome (PMS) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang
terkait dengan siklus menstruasi wanita. Sekitar 80 hingga 95 persen perempuan
pada usia melahirkan mengalami gejala-gejala pramenstruasi yang dapat
mengganggu beberapa aspek dalam kehidupannya
#TantanganODOP2
#onedayoneposting
#odopbatch6
#fiksi
keren, mba
ReplyDeleteterimakasih mbak
DeleteMars vs venus..yaaa, gitu dehhh 😆😆😆
ReplyDeleteselalu bersebrangan tapi seru yaa... hehe
DeletePMS, andalan wanita untuk dimengerti pria. 😅
ReplyDeletewkwkwkkwwk... PMS atau tidak PMS, tetep sensitip.
DeleteWanita selalu ingin dimengerti 😊
ReplyDeleteSelaluuuu. eh pria juga lho. hehe...
Delete😂😂 ngselin yaa..
ReplyDeleteIngin marah tapi sayang. wkwkwk.. KZL
DeleteMbak akmal, akhirnya hutangku baca fiksi ditimu tertunaikan, baru punya waktu bw lagi nih.
ReplyDeleteBaca ceritanya, aku malah ngebayangin si farida ini mbak akmal😄