October 1, 2018

Belajar dari Balon




#Ibu Mahira berkisah mengenai: Balon
#Hari 8

"Ada waktunya dalam kehidupan, seseorang tahu kapan tidak melepaskannya. Balon dirancang untuk mengajarkan anak-anak kecil tentang hal ini."
(Terry Pratchett)

Entah betul atau tidak bahwa penemu balon pertama adalah Michael Faraday sekitar tahun 1824. Menurut beberapa artikel yang pernah Ibu baca, Faraday membuat balon dari bahan karet dan ia melakukan percobaan mengisi balon dengan hidrogen. Namun ternyata mudah terbakar dan akhirnya ia melakukan percobaan lagi kemudian mengisi balon tersebut dengan helium. Penemuan tersebut berkembang dan digunakan untuk beberapa kepentingan.

Saat ini balon khas sekali digunakan sebagai dekorasi ruangan dalam sebuah acara atau pesta. Sayangnya Ibu tidak menggunakan hal-hal demikian karena memang tidak ada dalam kebiasaan keluarga kecil kita.

Terkait balon pertamamu, Ibu memperkenalkan balon padamu ketika Mahira berusia enam bulan. Saat Ibu berkunjung ke toko Fantasy untuk membungkus kado, Ibu menemukan balon berbentuk heart bewarna merah. Ibu membelinya untuk Mahira. Rencana Ibu akan mengajak Mahira bermain balon waktu itu.

Balon Pertama Mahira langsung Ibu yang tiupkan, dengan ukuran yang tidak terlalu besar agar Mahira dapat memegang dan merasakan betul teksturnya. Saat Mahira bertemu balon pertama kali, Mahira begitu happy. Matanya berbinar, mulutnya terus saja bubbling dan gerak kakinya semakin aktif.

“Mahira ini namanya Balon, warnanya Merah.” Ucap saya tak kalah happy.

Mahira diatas stroller begitu lasak, memain-mainkan balonnya dan membuat Ibu sedikit ngeri jika tiba-tiba saja Meletus karena remasan jemari Mahira. Ibu ingin tahu, apakah Mahira akan menangis jika balon yang Mahira pegang itu tiba-tiba meletus? Ataupun lepas dari genggaman tangan?

Beberapa kali Ibu terus melatih Mahira untuk merasakan tekstur balon, namun disisi lain Ibu ingin mengajarkan makna metafora. Pemberian balon yang bisa digambarkan sebagai benda yang dipegang kemudian dilepaskan pergi. Disitu anak-anak akan belajar makna Ikhlas. Ataupun saat balon tersebut tiba-tiba kempes atau meletus.

Saat Mahira berusia sekitar empat belas bulan, Mahira pernah dibelikan balon oleh Mbah Kakung. Balon beewarna biru dengan pemberat batu di bawahnya. Entah sudah beberapa hari hingga ia terlihat kempes. Mahira alhamdulillah tidak menangis bahka ia dengan semangat membantu saya membuangnya ke tempat sampah.

Pada kesempatan lain Mahira pernah mendapat balon dari sepupunya. Balonnya cukup besar. Setiap mendapat balon, hal yang selalu saya ajarkan adalah warna balon kemudian sounding jika bisa saja tiba-tiba meletus.

“Mahira nanti bisa loh balonnya meletus, doooooorrrr!!, tapi Mahira jangan menangis ya? Karena tidak sakit dan tidak apa-apa?” ucap saya.

Mahira seolah memahaminya kala itu. Pada acara pernikahan sepupu saya juga acara lepas balon, Mahira mencoba menahan balon dan menunggu kesiapan untuk melepasnya sesuai aba-aba. Ia pun turut melakukannya tanpa menangis. Ada literature yang menjelaskan bahwa makna melepaskan tersebut adalah melepaskan masa lalu yang buruk dan siap menghadapi masa kini yang harus dijalani lebih baik. Selain itu, balon yang dilepaskan berarti sebagai harapan. Bagi saya, singkatnya  Mahira belajar ikhlas.

Alhamdulillah setiap kami bermain balon, kemudian balon itu mendadak lepas atau meletus, dengan wajah kecewanya Mahirapun tidak menangis. Ada hal besar yang kelak Mahira juga harus pelajari, bahwa semua hal yang kita miliki nantinya juga akan pergi dan kita harus mau untuk belajar ikhlas.

Ingatan saya kembali melayang pada waktu dimana Mahira pertama kali belajar berjalan. Dengan sepatunya yang bewarna mustard, Mahira melangkahkan kakinya menggapai balon biru dengan pemberat batu yang saya letakkan di pojok kamar.

“Ayooo majuu lagi.. ayoo sebentar lagi sampai” Ucap saya semangat.

#Day08
#BundaBerkisah
#Pejuang Literasi
#onedayonepost
#ODOP_6




No comments:

Post a Comment