#Day03
#Cita-cita
Saat itu aku dan adik-adikku
sedang berkumpul di kamar orangtuaku,
tentunya sesak karena ukuran kami sudah membesar dan meninggi. Papa dan Mama
juga berada disana, tak jarang kami habiskan waktu bersama sekedar saling
bertukar cerita ataupun berdiskusi. Kali ini kami mendengarkan cerita masa muda
mereka dahulu. Mengenai sebuah cita-cita.
Papa menceritakan mengenai
cita-citanya yang terinspirasi oleh presiden pertama Republik Indonesia, yaitu Ir.
Sukarno. Ada rasa yang sama yaitu keingininan tersemat kata Ir (Insinyur) di
depan namanya. Karena cita-citanya tersebut Papa sangat semangat belajar dan
harus pandai Matematika. Masa SDnya ia selalu menjadi juara kelas, hanya ada 10
siswa di kelasnya saat itu dan hanya 2 siswa yang berhasil lulus dari SD
termasuk Papaku. Nilai Matematikanya selalu 10, nilai yang sempurna.
Setelah lulus SD Papa melanjutkan
sekolah di ST (Sekolah Teknik) dan menjadi ketua OSIS disana, kemudian Papa
berhenti 1 tahun dan bekerja mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk biaya
melanjutkan sekolah STM. Saat STM Papa juga menjabat sebagai ketua OSIS. Aktif
di organisasi memberi banyak dampak positif untuk belajar bagaimana menjadi
leader. Lulus dari ST Papa sekolah di salah satu STM di Jakarta sambil bekerja.
Saat semua terasa melelahkan
karena ia harus membagi waktu antara belajar dan bekerja, Papa teringat
cita-citanya tersebut. Aku ingin menjadi Insinyur! Maka sekalipun dana yang
simbah berikan tidak sampai ke tangan Papa untuk biaya sekolah, Papa ikhlas dan
tidak ingin meributkan mengenai haknya yang diambil orang lain. Dengan semangat
cita-cita sebagai seorang Insinyur, Papa berhasil melanjutkan kuliah. Pun
dengan banyak kendala saat kuliah Papa lebih cenderung sibuk dengan pekerjaan,
hingga akhirnya kuliah tersebut dapat diselesaikan setelah aku dan adik
laki-lakiku lahir.
Ada banyak delman bejejer di Gedung
besar nan terkenal di Jakarta, aku lupa nama gedungnya. Wisuda dengan suasana
khas seperti di film Si Doel anak Betawi. Mama membelikan adekku ubi goreng
dari penjual yang ada di depan Gedung, setelah kami selesai berfoto disebuah background
khas para wisudawan. Karangan bunga banyak berjejer disana, tak satupun nama
yang tertuju untuk Papaku.
Aku mencari huruf M, namun tidak ada.
Sekalipun tidak ada karangan bunga ucapan selamat untuk Papa, aku melihat wajah
Papa begitu bahagia, dengan stelan jas hitamnya ia berjalan keluar gedung melepas
toganya dan menggandengku keluar gedung. Dibiarkannya Akmala kecil memegang
piagam kenang-kenangan, dalam hatiku terbersit rasa ingin wisuda dan kelak Papa
Mama hadir dalam wisudaku. Itulah cita-cita pertama kali yang muncul dalam
benakku.
Cita-citaku sudah tercapai, aku
berhasil membuat Mama dan Papa duduk diurutan terdepan, betapa bahagianya
seorang Akmala yang tengah wisuda dan dihadiri oleh salah seorang anggota Persatuan
Insinyur Indonesia (PII) dengan dedikasinya untuk Indonesia dibidang yang Papa
geluti hingga lebih dari 32 tahun. Papa adalah Insinyur pertama di desanya, kisah
ia meraih cita-cita tidak pernah akan terlupa karena menjadi cerita yang
menyuntikkan aku semangat menjalani peranku
saat ini.
“Pah.. alhamdulillah kita impas. Papa
sudah temani aku wisuda.” Ucapku seraya aku memeluknya.
Note: Sebelum tahun 90-an semua
sarjana teknik yang lulus program strata satu sudah otomatis bergelar insinyur
(Ir), namun setelah itu semua lulusan dari strata satu teknik berubah gelar
menjadi Sarjana Teknik (ST) karena program insinyur berubah menjadi program profesi
yang harus di tempuh diluar perkuliahan.
#wanitadanpena
#10dayschallenge
#RumbelLM
#ODOP_6
#onedayonepost
#odopbatch6
Keren Papanya... Sekarang aku tahu darimana semangat mbak Akmala yang meletup-letup itu, pasti diwarisi dari Papa :) Cerita ortu tentang masa kecilnya seringkali jadi amunisi untuk kita lebih semangat dalam menjalani hidup ya mbak. Aku dulu paling senang kalau ibu cerita tentang masa-masa sekolahnya.
ReplyDelete