October 24, 2018

Insinyur pertama di desanya




#Day03
#Cita-cita

Saat itu aku dan adik-adikku sedang berkumpul di kamar  orangtuaku, tentunya sesak karena ukuran kami sudah membesar dan meninggi. Papa dan Mama juga berada disana, tak jarang kami habiskan waktu bersama sekedar saling bertukar cerita ataupun berdiskusi. Kali ini kami mendengarkan cerita masa muda mereka dahulu. Mengenai sebuah cita-cita.

Papa menceritakan mengenai cita-citanya yang terinspirasi oleh presiden pertama Republik Indonesia, yaitu Ir. Sukarno. Ada rasa yang sama yaitu keingininan tersemat kata Ir (Insinyur) di depan namanya. Karena cita-citanya tersebut Papa sangat semangat belajar dan harus pandai Matematika. Masa SDnya ia selalu menjadi juara kelas, hanya ada 10 siswa di kelasnya saat itu dan hanya 2 siswa yang berhasil lulus dari SD termasuk Papaku. Nilai Matematikanya selalu 10, nilai yang sempurna.

Setelah lulus SD Papa melanjutkan sekolah di ST (Sekolah Teknik) dan menjadi ketua OSIS disana, kemudian Papa berhenti 1 tahun dan bekerja mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk biaya melanjutkan sekolah STM. Saat STM Papa juga menjabat sebagai ketua OSIS. Aktif di organisasi memberi banyak dampak positif untuk belajar bagaimana menjadi leader. Lulus dari ST Papa sekolah di salah satu STM di Jakarta sambil bekerja.

Saat semua terasa melelahkan karena ia harus membagi waktu antara belajar dan bekerja, Papa teringat cita-citanya tersebut. Aku ingin menjadi Insinyur! Maka sekalipun dana yang simbah berikan tidak sampai ke tangan Papa untuk biaya sekolah, Papa ikhlas dan tidak ingin meributkan mengenai haknya yang diambil orang lain. Dengan semangat cita-cita sebagai seorang Insinyur, Papa berhasil melanjutkan kuliah. Pun dengan banyak kendala saat kuliah Papa lebih cenderung sibuk dengan pekerjaan, hingga akhirnya kuliah tersebut dapat diselesaikan setelah aku dan adik laki-lakiku lahir.  

Ada banyak delman bejejer di Gedung besar nan terkenal di Jakarta, aku lupa nama gedungnya. Wisuda dengan suasana khas seperti di film Si Doel anak Betawi. Mama membelikan adekku ubi goreng dari penjual yang ada di depan Gedung, setelah kami selesai berfoto disebuah background khas para wisudawan. Karangan bunga banyak berjejer disana, tak satupun nama yang tertuju untuk Papaku.

Aku mencari huruf M, namun tidak ada. Sekalipun tidak ada karangan bunga ucapan selamat untuk Papa, aku melihat wajah Papa begitu bahagia, dengan stelan jas hitamnya ia berjalan keluar gedung melepas toganya dan menggandengku keluar gedung. Dibiarkannya Akmala kecil memegang piagam kenang-kenangan, dalam hatiku terbersit rasa ingin wisuda dan kelak Papa Mama hadir dalam wisudaku. Itulah cita-cita pertama kali yang muncul dalam benakku.

Cita-citaku sudah tercapai, aku berhasil membuat Mama dan Papa duduk diurutan terdepan, betapa bahagianya seorang Akmala yang tengah wisuda dan dihadiri oleh salah seorang anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dengan dedikasinya untuk Indonesia dibidang yang Papa geluti hingga lebih dari 32 tahun. Papa adalah Insinyur pertama di desanya, kisah ia meraih cita-cita tidak pernah akan terlupa karena menjadi cerita yang menyuntikkan aku semangat menjalani  peranku saat ini.

“Pah.. alhamdulillah kita impas. Papa sudah temani aku wisuda.” Ucapku seraya aku memeluknya.







Note: Sebelum tahun 90-an semua sarjana teknik yang lulus program strata satu sudah otomatis bergelar insinyur (Ir), namun setelah itu semua lulusan dari strata satu teknik berubah gelar menjadi Sarjana Teknik (ST) karena program insinyur berubah menjadi program profesi yang harus di tempuh diluar perkuliahan.

#wanitadanpena
#10dayschallenge
#RumbelLM
#ODOP_6
#onedayonepost
#odopbatch6

1 comment:

  1. Keren Papanya... Sekarang aku tahu darimana semangat mbak Akmala yang meletup-letup itu, pasti diwarisi dari Papa :) Cerita ortu tentang masa kecilnya seringkali jadi amunisi untuk kita lebih semangat dalam menjalani hidup ya mbak. Aku dulu paling senang kalau ibu cerita tentang masa-masa sekolahnya.

    ReplyDelete