October 23, 2018

Curahan Hati Supir Grabcar.








#Day02
#CurahanHati
Waktu itu suamiku terburu mengejar shaf pertama untuk salat Jumat, ia meninggalkan gawainya di atas bed. Padahal pukul 13.00 aku harus sudah berangkat ke Kebayoran Baru untuk menghadiri sebuah acara kersajama sebangsa dengan 1001buku. Sebelum ia berangkat, ia berpesan jika tidak perlu menunggunya pulang. Berangkatlah lebih awal agar tidak terlambat. Bismillah.. Akupun akhirnya berangkat dengan menggunakan grabcar.

Baru beberapa saat aku tekan booking, layer gawaiku sudah menunjukan keterangan found your driver. Saat aku lihat dalam track, dua menit lagi mobil sampai. Aku terburu menggunakan hipseat, Mahira mengambil sepatu dan kaos kakiku tepat di sampingku. Ia seperti tahu, ibunya sedang terburu.

“Masyaallah..” ucapku menatapnya.

Mahira memberikan senyumnya dengan tulus sambil berkata,

“Ibuk! Atuuuu ibu.” (Ibu, sepatu Ibu.)

“Iya sayang.. terimakasih yaa …” balasku dan terburu mengecupnya.

Kamipun berjalan keluar, mobil  sudah menunggu di depan.

Hari itu entah keberapa kalinya aku menggunakan jasa grabcar. Dari sekian curahan hati yang aku dengar, rasanya curahan hati kali ini membuatku lebih memahami sudut pandang laki-laki. Mungkin akan menjadi aib yang tidak ingin aku dengar, tapi hari itu si bapak supir grabcar nampak sedang sangat putus asa.

“Mbak mau ke Kebayoran?” tanyanya mengawali percakapan.

“Iya Pak betul.” Jawabku singkat

Saat itu aku sedang mengkondisikan Mahira untuk membaca doa menaiki kendaraan, dilanjut mengirim pesan ke suamiku. Jika aku sudah berangkat dengan mobil merk X, bewarna X dan berplat nomor X. Aku meminta doa agar perjalanan kami lancer, sehat, selamat.

“Apa mbaknya terburu?”

“Acara saya jam dua pak, lebih baik menunggu dari pada terlambat.” Jelasku

“Iya..ini mbak paham jalannya nggak?”

“Ini perjalanan pertama saya ke tempat tujuan, jadi ikuti arahan map saja pak.” Perintah saya.

Bapaknya ragu dan menyarankan aku untuk membaca map. Ia juga meminta untuk masuk tol karena takut terlambat.  Aku menyetujuinya saja.

“Ada e-toll mbak?” tanyanya.

“Iya ada pak, sebentar.”  Jawabku sambil mencari e-toll di dalam dompet yang lebih mirip tempat pensil itu.

“Ini Pak.”

Ia menerimanya dan melanjutkan pembicaraan seputar perkembangan kota, merambat ingin tahu acara apa yang saya kunjungi. Saya menjawab dengan terbatas, menjaga batasan kami untuk bertukar informasi lebih dalam. Namun bapaknya tiba-tiba bilang,

“Bagaimana agar istri saya seperti mbak ya? Hadir dalam acara-acara yang bermanfaat dan enak diajak berdiskusi?”

Dalam hati aku beristigfar, kiranya ada yang salah dengan jawabanku tadi hingga menimbulkan asumsi dan harus mengcompare kegiatan istrinya dengan kegiatanku. Aku terdiam dan bapaknya terus bercerita hingga akhirnya aku tahu dalam posisi apa dirinya saat ini.

“Saya memang pernah selingkuh, itu karena saya nggak tahan dengan sikap istri saya yang suka ngomel-ngomel. Semacam cari pelarian saja mbak. Saya tahu itu salah dan dosa. Bahkan sudah sujud dan minta maaf ke istri saya, saya minta mengulang dari awal tapi dia tetap marah sama saya dan sekarang gentian dia sepertinya lagi dekat sama laki-laki.” Jelasnya dengan sesekali mengelap peluhnya.

“Iya pak.. bapak tentu tahu itu salah. Sebelum melakukan kenapa tidak bapak pikirkan. Ibu mungkin masih sakit hatinya dan dia memilih membalas dengan cara yang sama. Apa bapak sudah komunikasikan dengan baik?”

“Sudah mbak, sudah. Pendapatan dia lebih banyak dari saya. Jadi saya semakin di injak-injak harga dirinya. Tapi saya sudah bicara, sudah meminta maaf. Bagaimana ini mbak? Saya sangat takut kehilangan dia mbak. Setiap hari dia facebook-an terus, chat entah sama siapa. Saya benar-benar tertekan dengan sikapnya.” Bapak itu seperti menahan tangisnya yang hampir tumpah.

Singkat cerita, ia sudah bertaubat dan ingin membina rumah tangga seperti dulu lagi. Namun istrinya begitu sulit untuk diajak hijrah. Sempat aku diperlihatkan fotonya, sosok yang cantik dengan rambut berwarna. Perawakannya pun bagus, jelas seorang wanita yang menjaga penampilan.

“Istri bapak bekerja dimana?” tanyaku.

“Salon mbak.”

“Ya pak, mungkin teman sangat berpengaruh terhadap kepribadian kita. Bisa jadi lingkungannya yang membentuk Ibu menjadi pribadi yang demikian.”

“Saya gagal menjadi suami mbak..” ucapnya seraya mengelap airmata yang aku lihat jatuh di sudut matanya.

Kemudian ia meminta saran dariku. Seorang yang baru menjalani rumah tangga dan masih baru. Aku mengutarakan itu, namun si bapak bilang..

“Saya sudah curhat sama mbak, beri saya nasihat mbak agar hati saya tidak bimbang lagi mengambil keputusan.” Tatapan matanya kosong, sampai dia tidak menyadari lampu traffic sudah hijau.

“Pak.. saya tidak punya kapasitas dalam memberi masukan ke istri bapak ataupun rumah tangga bapak. Saran saya temuilah orang yang bisa menjawab permasalahan bapak. Bukan maksud menggurui juga, bagaimana hubungan bapak terhadap Sang Pencipta? Apakah bapak sudah maksimal dalam berdoa? Meminta bantuanNya?” Jawabku kala itu.

Bapak tersebut termenung dan menatap jalanan dengan gerak tubuh yang penuh isyarat jika ia sudah begitu menyerah. Ia berkali-kali ingin menyudahi pernikahannya namun ia begitu mencintai istrinya dan menyesali semua perbuatannya.

Curahan hati yang mampir ke telingaku hari ini, tentu sudah sedemikian rapi Allah persiapkan untuk aku dengar. Allah perkenalkan aku pada sebuah masalah yang terlihat begitu mengerikan dimataku, namun aku mencoba merapa maksudNya. Bahwa Allah sedang melengkapi daftar pengalamanku, membuat aku harus semakin baik berperan sebagai istri dan menyikapi suatu masalah dengan melibatkan Allah.

Saat tiba dirumah aku bercerita kepada suamiku, bagaimana aku melewati hari dengan mendengarkan curahan hati. Suamiku berpesan: “Seberat apapun masalah yang kita hadapi nanti, jangan membalas luka dengan luka, karena setiap gelas yang sudah pecah tidak bisa diperbaiki lagi. Tugas kita terhadap pasangan kita adalah seperti menjaga sebuah gelas. Jangan sampai retak atau pecah, agar ia dapat berfungsi dengan baik.”
Hari itu aku mendapat banyak pelajaran , salah satunya bagaimana memahami sudut pandang laki-laki melalui sebuah curahan hati.

#wanitadanpena
#10daychallange
#RumbelLM
#onedayonepost
#ODOP_6
#odopbatch6


3 comments:

  1. Dalam banget ya mbak. Semoga supir grab tadi mendapat solusi terbaik. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin.. iya mbak. sempet kepikiran dan kasian. hehe.. Semoga mendapat solusi terbaik.

      Delete
  2. Nasihat suami mbak Akmala jleb banget. Idealnya memang seperti itu ya. Jika masih ada emosi dan nafsu di dalam sebuah pernikahan, seringnya saling berbalasan luka kerap terjadi. Saran mbak Akmala ke sopir tersebut juga sudah tepat. Memang cara terbaik untuk keluar dari masalah adalah mendekat kepada Sang Pemilik Solusi. Kita mah apa atuh, cuma makhluk yang masih sering bingung dan galau, butuh sandaran yang pas buat tetep on the track!

    ReplyDelete