October 15, 2018

Harapan yang tak sesuai


Mey masih sibuk mencari baju yang cocok digunakan untuk datang ke acara pertunangan Safira. 
Beberapa kali ganti antara dress atau kebaya modern. Dia ingin tampil casual. Mungkin boleh saja menggunakan jeans dan kaos oblong tapi ini akan seperti melihat petani ke sawah dengan membawa kipas angin. Sekalipun itu untuk shooting kepentingan iklan, tetap saja aneh. Di sawah sudah banyak angin, bahkan masuk angin juga dapat diperoleh disana.

“Kaaaa…. Sini deh!” panggil Mei

“Kaaaa!!!! Bentar napa? Sini….” Rengek Mei kepada April kakak perempuan yang usianya berjarak delapan tahun dengannya.

April menghampiri Mei dengan santainya, ngegelosor diatas tempat tidur Mei yang penuh dengan baju.

“Please ya jangan sampai ditidurin itu baju nanti bisa beranak! Aku udah capek setrika lagi.” Peringatan Mei ke kakaknya.

“Lagian milih baju aja bingung Meh! Mending lo bikin kocokan gih.” Ujarnya sebagai saran yang konyol.

Drrrrrrrtttttttttttt……..Drrrrrrrrrrrrrrrtttttttttt……..

Tiba-tiba gawai Mei bergetar. Tepat dibawah April yang tengah tiduran. April terperanjak bangun karena kaget.

“Astajiiiiiimmmmm!!!!!!” Teriaknya sambil melempar reflek HP milik adiknya.

“Wuuuiiiiiiiih untung ya ini lantai kamar ku karpet kalau nggak itu HP jadi remukan bawang goreng. Dasar Nyonyaaaahhh, kalem dikit napa!” Timpal Mei takut HPnya rusak.

Ternyata telp dari Martin, ia mengabarkan tidak jadi datang menjemput Mei untuk hadir ke acara tunangannya Safira.

“Mendadak banget cuy, lo kenapa?”

“Mobilnya lagi dipakai bokap nih Mey, terus motor gue dipinjem kakak gue ke Alfa.” Jelasnya.

“Lagian ke Alfa kan sebentar aje kan?”

“Lo kan cewek Mey, tahu kan? niat beli mie goreng juga nantinya bakal ada Marsmallow, cukuran ketek, sisir alis sampai kemben dan kawan-kawannya yang ikutan kebeli. Ia kalau bentar! Milihnya bisa satu abad Mey!” Jelasnya lagi.

“Sial banget lo jadi malah ngatain cewek. Gue mah kagak gitu. Lagian beli itu di catet cuy!”

“Catetan lo banyak! Sama ajaaa!!” Timbal Martin tertawa.

“Nasib gue kek mana nih?”

“Lo dijemput Rudi aja ya?” tawar Martin

“Rudi? Rudi Maryanto? Anak kelas B yak? Yang pinter itu kan?, emang dia tahu rumah gue cuy?”

Tanya Mei dengan hati yang dag dig dug mengingat ia juga agak penasaran sama Rudi. Rudi orangnya cukup cool. Jarang banget ia bicara tapi wajahnya nampak berkharisma dan wibawa.

“Iyes! Seneng kan lo? Katanya pingin deket sama Rudi?” Martin cekikikan “Ya uda, bagi nomernya!” Palak Mei dengan wajah senyum-senyum.

April, kakaknya tengah memperhatikan adiknya yang dari tadi berdiri diatas helm Yamaha hitam milik Ayahnya. Ia turun dan naik berkali-kali. Sesekali Mei mengelus-elus keteknya. Wajah April tampak risih sambil memberi kode bahwa itu jorok. 

Namun Mei masih sembari menerima telpon Martin menghampirinya dan menyodorkan tangan tersebut kearah kakaknya. April mengungsi dan dia membuka-buka lemari Mei.

“Kenapa lo cengengesan?” Tanya Martin dari sebrang.

“hahaha.. Ini ada cicak masuk ketek.” Ucap Mei terbahak., “Eh gue pakai baju apa nih jalan sama Rudi?”

“Lo pakai gamis aja Mei, supaya bulan depan nilai mentoring agama lo jadi A.” Canda Martin sambil terbahak.

“Sial! Rudi bakal langsung lamar gue malam ini kalau lihat gue pakai gamis.” Kepedean Mei meningkat.

“Jangan salah! Rudi seleranya macam kasir Alfa, ramah. Lo kan jutek!” Martin terus mengejek Mei, “Aahhh ya udahlah, gue capek ngomong sama tutup pulpen yang nggak jelas kayak lo! Bhaaaayy!”

Tuuttttt…tuuuut….
Seketika percakapan itu berakhir dan chat WA masuk ke gawai Mei membuat bunyi-bunyian seperti kentut katak yang kena hujan.

Nomor tidak dikenal

Aku sudah di depan rumah kamu.

_Udi

“Whaaaaatt???? Rudi???? ” teriakan Mei makin kencang membuat kakaknya terkaget lagi.

Diambilnya baju dress batik, warnanya marun, dengan kilat ia menggunakan lip balm sebagai pelembab dimuka dan minyak kayu putih sebagai cologne yang diserbetkan di baju. Sankin gugupnya dia salah-salah terus.

“Aduuuuuhhh! Salah. Ini lip balm kaa.  Aduuh..gimana ini. Aduh.” Mei panik.

“Cuci muka kamu lah! Itu otak mengkeret apa gimana?” Kakaknya terbahak namun ia mencarikan dress lain yang menurutnya cocok.

“Ganti ini!”

Dengan cepat Mei mengganti bajunya yang beraroma minyak kayu putih itu dan mengulang memberi pelembab ke wajahnya. Sedikit lip balm kemudian ia menguncir rambutnya secara tidak beraturan. Ia masih terlihat casual sekalipun dress mustard membalut tubuhnya. Dari semua saudaranya, Mai memang belum berhijab sendiri. Mungkin kenyamanan itu yang membuat ia susah untuk diberi tahu. April menghela nafas dan membiarkan adiknya pergi.

“Hati-hati Meh!”

“Iyes!” jawan Mei sambil berlalu.
***
Mei dan Rudi boncengan naik motor, sebelumnya ia mampir ke SPBU. Nampak panjang antrian dan membuat Mei turun namun tetap di sisi Rudi.

“Bau pertamax tapi kok ada minyak kayu putihnya ya? Kamu bau juga nggak Mei?” Tanya Rudi memecah tatapan melongo Mei pada sebuah tulisan besar BERHADIAH UMROH. Tulisan tersebut tepat di atas pengarah antrian antara pertamax turbo dan pertamax 92. Dalam hati ia berpikiran tuk terus membeli pertamax.

“Hei!! Minyak kayu putih!” Teriak Udi. 

Mei terkaget dan clingukan. Ia makin gugup karena orang yang di taksirnya menyadari aroma tubuhnya adalah minyak kayu putih.

“Serius ini aku masih bau minyak kayu putih?”

“Iyaa..” Udi terkekeh.

“Waaaah!! Gimana dong?” Mei santai tapi sebenarnya ia panik. Jadi panik yang anggun gitu.

“Ya.. lama-lama aja disini. Kamu nantinya jadi bau bensin.” Udi kembali tertawa.

“Pertamax!!”

“Bensin!”

“Pertamax!” Mei ngotot.

“Aaah,,, sama aja!” timpal Udi masih cool.

***
Di tempat Safira, acaranya adalah standing party. Mei sebenarnya tidka terbiasa. Ia coba cari tempat duduk tapi belum ketemu. Seseklai ia mencuri pandang dengan Rudi, dia tidak menyangka dapat datang dengan orang yang sedang di taksirnya itu. Rudi masih saja cool, dia jarang sekali bicara. Wajahnya tampan, tanpa betul-betul mengakomodasikan mata dengan baikpun ketampanannya tak akan sirna. Yang paling penting, dia satu-satunya Mahasiswa dari kelas A sampai D yang nilai mentoring Agama Islamnya A. Sesimple itu Mei menilai Rudi.

“Eh.. Rudi itu ada kepanjangannya loh?” Mei mencoba mencari topik pembicaraan.

“Apa?”

“Buru-buru mengemudi!” jawab Mei sambil terkekeh.

Rudi hanya membalasnya dengan senyuman cool yang bikin Mei semakin berdegup.

“Mei gentian!”

“Apa?”

“Mei adalah bulan dimana kamu di dunia ini ya?”

“Maksud kamu bulan lahir aku?”

“Iya..”

“Nggaaak!! Salaaah! Nama doang yang Mei, aku lahirnya malah bulan Desember loh.” Jelas Mei dengan serius.

Entah kenapa Rudi seperti menghindar dan tidak melanjutkan lagi percakapannya. Mei sudah GR aja kalau Rudi tanya-tanya bulan lahir.

“Eh Udiiiii mau kemana? Ini ada masnya yang bawa-bawa minuman. Kita minta bawakan aja. Kamu mau apa?” Tawar Mei.

“Silahkan Sodanya kaa?” Tawar Pelayan.

“Nggak Mas, aku pesan lemon tea ya”

“Masnya pesan apa?” tanya pelayan.

Reflek Rudi menjawab “Es Jeyuk ya?”

“Apa mas?” pelayan minta Rudi mengulangi.

“ Es Jeyuk!”

Seketika Mei langsung pura-pura menghindar dan menyadari kenapa Rudi menghindari huruf R. Ohh ternyata dia Cadel. Runtuh semua cintanya dan Mei bergegas chat Martin.

Woooooi! Gue nggak jadi naksir Rudi ya cuy!

#onedayonepost
#ODOP_6
#TantanganODOP5
#FiksiKomedi

No comments:

Post a Comment