Mey masih sibuk mencari baju yang cocok digunakan
untuk datang ke acara pertunangan Safira.
Beberapa kali ganti antara dress atau kebaya modern. Dia ingin tampil casual. Mungkin boleh saja menggunakan jeans dan kaos oblong tapi ini akan seperti melihat petani ke sawah dengan membawa kipas angin. Sekalipun itu untuk shooting kepentingan iklan, tetap saja aneh. Di sawah sudah banyak angin, bahkan masuk angin juga dapat diperoleh disana.
Beberapa kali ganti antara dress atau kebaya modern. Dia ingin tampil casual. Mungkin boleh saja menggunakan jeans dan kaos oblong tapi ini akan seperti melihat petani ke sawah dengan membawa kipas angin. Sekalipun itu untuk shooting kepentingan iklan, tetap saja aneh. Di sawah sudah banyak angin, bahkan masuk angin juga dapat diperoleh disana.
“Kaaaa…. Sini deh!” panggil Mei
“Kaaaa!!!! Bentar napa? Sini….” Rengek Mei kepada
April kakak perempuan yang usianya berjarak delapan tahun dengannya.
April menghampiri Mei dengan santainya, ngegelosor diatas
tempat tidur Mei yang penuh dengan baju.
“Please ya jangan sampai ditidurin itu baju nanti bisa
beranak! Aku udah capek setrika lagi.” Peringatan Mei ke kakaknya.
“Lagian milih baju aja bingung Meh! Mending lo bikin
kocokan gih.” Ujarnya sebagai saran yang konyol.
Drrrrrrrtttttttttttt……..Drrrrrrrrrrrrrrrtttttttttt……..
Tiba-tiba gawai Mei bergetar. Tepat dibawah April yang
tengah tiduran. April terperanjak bangun karena kaget.
“Astajiiiiiimmmmm!!!!!!” Teriaknya sambil melempar
reflek HP milik adiknya.
“Wuuuiiiiiiiih untung ya ini lantai kamar ku karpet
kalau nggak itu HP jadi remukan bawang goreng. Dasar Nyonyaaaahhh, kalem dikit
napa!” Timpal Mei takut HPnya rusak.
Ternyata telp dari Martin, ia mengabarkan tidak jadi
datang menjemput Mei untuk hadir ke acara tunangannya Safira.
“Mendadak banget cuy, lo kenapa?”
“Mobilnya lagi dipakai bokap nih Mey, terus motor gue
dipinjem kakak gue ke Alfa.” Jelasnya.
“Lagian ke Alfa kan sebentar aje kan?”
“Lo kan cewek Mey, tahu kan? niat beli mie goreng juga
nantinya bakal ada Marsmallow, cukuran ketek, sisir alis sampai kemben dan
kawan-kawannya yang ikutan kebeli. Ia kalau bentar! Milihnya bisa satu abad Mey!”
Jelasnya lagi.
“Sial banget lo jadi malah ngatain cewek. Gue mah
kagak gitu. Lagian beli itu di catet cuy!”
“Catetan lo banyak! Sama ajaaa!!” Timbal Martin
tertawa.
“Nasib gue kek mana nih?”
“Lo dijemput Rudi aja ya?” tawar Martin
“Rudi? Rudi Maryanto? Anak kelas B yak? Yang pinter itu
kan?, emang dia tahu rumah gue cuy?”
Tanya Mei dengan hati yang dag dig dug mengingat ia
juga agak penasaran sama Rudi. Rudi orangnya cukup cool. Jarang banget ia
bicara tapi wajahnya nampak berkharisma dan wibawa.
“Iyes! Seneng kan lo? Katanya pingin deket sama Rudi?”
Martin cekikikan “Ya uda, bagi nomernya!” Palak Mei dengan wajah senyum-senyum.
April, kakaknya tengah memperhatikan adiknya yang dari
tadi berdiri diatas helm Yamaha hitam milik Ayahnya. Ia turun dan naik berkali-kali.
Sesekali Mei mengelus-elus keteknya. Wajah April tampak risih sambil memberi
kode bahwa itu jorok.
Namun Mei masih sembari menerima telpon Martin menghampirinya dan menyodorkan tangan tersebut kearah kakaknya. April mengungsi dan dia membuka-buka lemari Mei.
Namun Mei masih sembari menerima telpon Martin menghampirinya dan menyodorkan tangan tersebut kearah kakaknya. April mengungsi dan dia membuka-buka lemari Mei.
“Kenapa lo cengengesan?” Tanya Martin dari sebrang.
“hahaha.. Ini ada cicak masuk ketek.” Ucap Mei
terbahak., “Eh gue pakai baju apa nih jalan sama Rudi?”
“Lo pakai gamis aja Mei, supaya bulan depan nilai
mentoring agama lo jadi A.” Canda Martin sambil terbahak.
“Sial! Rudi bakal langsung lamar gue malam ini kalau
lihat gue pakai gamis.” Kepedean Mei meningkat.
“Jangan salah! Rudi seleranya macam kasir Alfa, ramah.
Lo kan jutek!” Martin terus mengejek Mei, “Aahhh ya udahlah, gue capek ngomong
sama tutup pulpen yang nggak jelas kayak lo! Bhaaaayy!”
Tuuttttt…tuuuut….
Seketika percakapan itu berakhir dan chat WA masuk ke
gawai Mei membuat bunyi-bunyian seperti kentut katak yang kena hujan.
Nomor tidak dikenal
Aku
sudah di depan rumah kamu.
_Udi
“Whaaaaatt???? Rudi???? ” teriakan Mei makin kencang
membuat kakaknya terkaget lagi.
Diambilnya baju dress batik, warnanya marun, dengan
kilat ia menggunakan lip balm sebagai pelembab dimuka dan minyak kayu putih
sebagai cologne yang diserbetkan di baju. Sankin gugupnya dia salah-salah
terus.
“Aduuuuuhhh! Salah. Ini lip balm kaa. Aduuh..gimana
ini. Aduh.” Mei panik.
“Cuci muka kamu lah! Itu otak mengkeret apa gimana?” Kakaknya
terbahak namun ia mencarikan dress lain yang menurutnya cocok.
“Ganti ini!”
Dengan cepat Mei mengganti bajunya yang beraroma
minyak kayu putih itu dan mengulang memberi pelembab ke wajahnya. Sedikit lip
balm kemudian ia menguncir rambutnya secara tidak beraturan. Ia masih terlihat
casual sekalipun dress mustard membalut tubuhnya. Dari semua saudaranya, Mai memang
belum berhijab sendiri. Mungkin kenyamanan itu yang membuat ia susah untuk
diberi tahu. April menghela nafas dan membiarkan adiknya pergi.
“Hati-hati Meh!”
“Iyes!” jawan Mei sambil berlalu.
***
Mei dan Rudi boncengan naik motor, sebelumnya ia mampir
ke SPBU. Nampak panjang antrian dan membuat Mei turun namun tetap di sisi Rudi.
“Bau pertamax tapi kok ada minyak kayu putihnya ya? Kamu
bau juga nggak Mei?” Tanya Rudi memecah tatapan melongo Mei pada sebuah tulisan
besar BERHADIAH UMROH. Tulisan tersebut tepat di atas pengarah antrian antara
pertamax turbo dan pertamax 92. Dalam hati ia berpikiran tuk terus membeli pertamax.
“Hei!! Minyak kayu putih!” Teriak Udi.
Mei terkaget dan clingukan. Ia makin gugup karena
orang yang di taksirnya menyadari aroma tubuhnya adalah minyak kayu putih.
“Serius ini aku masih bau minyak kayu putih?”
“Iyaa..” Udi terkekeh.
“Waaaah!! Gimana dong?” Mei santai tapi sebenarnya ia panik.
Jadi panik yang anggun gitu.
“Ya.. lama-lama aja disini. Kamu nantinya jadi bau
bensin.” Udi kembali tertawa.
“Pertamax!!”
“Bensin!”
“Pertamax!” Mei ngotot.
“Aaah,,, sama aja!” timpal Udi masih cool.
***
Di tempat Safira, acaranya adalah standing party. Mei
sebenarnya tidka terbiasa. Ia coba cari tempat duduk tapi belum ketemu.
Seseklai ia mencuri pandang dengan Rudi, dia tidak menyangka dapat datang
dengan orang yang sedang di taksirnya itu. Rudi masih saja cool, dia jarang
sekali bicara. Wajahnya tampan, tanpa betul-betul mengakomodasikan mata dengan
baikpun ketampanannya tak akan sirna. Yang paling penting, dia satu-satunya Mahasiswa
dari kelas A sampai D yang nilai mentoring Agama Islamnya A. Sesimple itu Mei
menilai Rudi.
“Eh.. Rudi itu ada kepanjangannya loh?” Mei mencoba mencari
topik pembicaraan.
“Apa?”
“Buru-buru mengemudi!” jawab Mei sambil terkekeh.
Rudi hanya membalasnya dengan senyuman cool yang bikin
Mei semakin berdegup.
“Mei gentian!”
“Apa?”
“Mei adalah bulan dimana kamu di dunia ini ya?”
“Maksud kamu bulan lahir aku?”
“Iya..”
“Nggaaak!! Salaaah! Nama doang yang Mei, aku lahirnya
malah bulan Desember loh.” Jelas Mei dengan serius.
Entah kenapa Rudi seperti menghindar dan tidak
melanjutkan lagi percakapannya. Mei sudah GR aja kalau Rudi tanya-tanya bulan
lahir.
“Eh Udiiiii mau kemana? Ini ada masnya yang bawa-bawa
minuman. Kita minta bawakan aja. Kamu mau apa?” Tawar Mei.
“Silahkan Sodanya kaa?” Tawar Pelayan.
“Nggak Mas, aku pesan lemon tea ya”
“Masnya pesan apa?” tanya pelayan.
Reflek Rudi menjawab “Es Jeyuk ya?”
“Apa mas?” pelayan minta Rudi mengulangi.
“ Es Jeyuk!”
Seketika Mei langsung pura-pura menghindar dan
menyadari kenapa Rudi menghindari huruf R. Ohh ternyata dia Cadel. Runtuh semua
cintanya dan Mei bergegas chat Martin.
Woooooi!
Gue nggak jadi naksir Rudi ya cuy!
#onedayonepost
#ODOP_6
#TantanganODOP5
#FiksiKomedi
#onedayonepost
#ODOP_6
#TantanganODOP5
#FiksiKomedi
No comments:
Post a Comment